(Gambar Ilustrasi Paid Promote)

MATARAM – Paid promote sudah menjadi hal yang lazim bagi pengguna media sosial khususnya instagram. Paid promote kini tidak hanya dimanfaatkan oleh influencer dengan engagement tinggi saja, melainkan juga para anggota pada suatu kepanitiaan atau organisasi kampus.

Organisasi kampus menggunakan metode tersebut dengan cara memposting konten yang telah disiapkan oleh pengguna jasa pada akun Instagram anggotanya. Menurut salah satu mahasiswi Program Studi Akuntansi Universitas Mataram Ramadhania Nur Fadhila (20), aktivitas paid promote dapat membuat pengguna media sosial merasa terganggu daripada tertarik dengan konten yang dipromosikan.

“Bukannya tertarik, tapi malah mengganggu karena terlalu banyak yang paid promote dan kontennya juga sama jadi terasa kayak spam,” Ungkap Ramadhania, “soalnya orientasi ku pake ig buat ngeliat aktifitas temen-temen, mungkin kalau orang yang banyak follow akun olshop atau influencer gak terlalu masalah sama paid promote.”

Selain itu, salah satu mahasiswi Program Studi Statistika Universitas Islam Indonesia Baiq Nina Febriati (20) juga menilai, paid promote yang dilakukan oleh anggota organisasi tidak efektif sebagai metode promosi.

“Hampir sebagian followers instagram merupakan sesama anggota mereka sehingga untuk pemasarannya bisa dikatakan kurang efektif dan jika bukan dari anggota biasanya tidak menghiraukan postingan tersebut karena kurangnya kepercayaan sama akun yang di promosikan, secara artis atau selebgram yang bayar mahal aja bisa kena tipu apalagi sejenis paid promote mahasiswa yang murah,” Ungkap Baiq Nina saat di wawancara, Kamis (23/09/2021).