Di sudut Kota Mataram, di tengah keramaian dan hiruk pikuk kehidupan kota yang tak pernah tidur, ada seorang pria bernama Mahsin. Pria berusia 41 tahun ini berasal dari Dasan Agung, membawa cerita yang lebih besar dari sekadar rutinitas sehari-hari. Ia adalah simbol perjuangan tanpa lelah, semangat yang tak pernah padam, dan harapan yang senantiasa menyala meski di tengah keterbatasan.

Setiap pagi, saat matahari baru saja mengintip dari ufuk timur, Mahsin sudah bersiap. Dengan langkah tegap, ia memulai harinya di sekitar gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Universitas Mataram, di mana ia bekerja sebagai petugas kebersihan. Pukul 6.15 pagi, ia memulai rutinitasnya. Membersihkan sudut-sudut gedung, menyapu dedaunan yang berserakan, memastikan lingkungan tetap rapi dan nyaman bagi setiap orang yang melintas. Baginya, ini bukan sekadar pekerjaan; ini adalah bentuk pengabdian yang dilakukannya dengan hati.

Pekerjaan Mahsin menuntut fisik yang kuat. Setiap hari, ia bekerja hingga pukul 11 siang, kemudian melanjutkan kembali pada pukul 14.00 hingga sore. Di sela-sela waktu tersebut, ia menyempatkan diri untuk beristirahat sejenak. Namun, di balik kesibukan itu, ada beban berat yang ia pikul. Dengan upah sebesar satu juta rupiah per bulan, Mahsin harus menghidupi keluarganya. Nominal itu mungkin terlihat kecil bagi banyak orang, tetapi bagi Mahsin, itu adalah berkah yang selalu ia syukuri.

Namun, perjuangan Mahsin tidak berhenti di situ. Sadar bahwa satu pekerjaan saja tidak cukup, ia berusaha mencari penghasilan tambahan. Di waktu luangnya, ia menjual martabak keliling. Dengan peralatan sederhana dan bahan-bahan seadanya, ia berkeliling menawarkan martabak buatannya kepada warga sekitar. “Setiap rupiah yang saya dapatkan adalah rezeki untuk anak-anak saya. Saya ingin mereka punya masa depan yang lebih baik dari saya,” ujarnya dengan senyum penuh harapan.

Di usia 41 tahun, Mahsin menjadi pengingat bahwa hidup adalah perjuangan tanpa akhir. Meski gajinya jauh dari cukup, ia tak pernah mengeluh. Meski pekerjaannya melelahkan, ia tak pernah berhenti berusaha. Baginya, keterbatasan bukanlah alasan untuk menyerah, tetapi tantangan untuk terus maju.

Ketika ditanya dari mana ia mendapatkan semangat yang begitu besar, Mahsin hanya menjawab singkat, “Dari keluarga saya. Mereka adalah alasan saya bangun pagi, bekerja keras, dan terus berjuang. Selama mereka bisa makan dan sekolah, saya tidak peduli betapa lelahnya tubuh ini.”

Kisah Mahsin adalah cerminan dari perjuangan banyak pekerja informal di negeri ini. Mereka yang berada di lapisan terbawah piramida ekonomi, tetapi menjadi fondasi penting bagi masyarakat. Tanpa mereka, kota-kota tidak akan pernah bersih, makanan tidak akan pernah sampai di meja makan kita, dan roda kehidupan tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.

Lebih dari itu, Mahsin adalah inspirasi bagi kita semua. Di tengah keterbatasan, ia mengajarkan kita untuk bersyukur atas apa yang dimiliki. Di tengah kesulitan, ia menunjukkan bahwa harapan selalu ada bagi mereka yang mau berusaha. Dan di tengah perjuangan yang tampak tak sepadan dengan hasil, ia membuktikan bahwa kebahagiaan sejati tidak diukur dari materi, tetapi dari ketulusan hati dalam menjalani hidup.


Kisah Mahsin adalah pengingat bahwa setiap orang memiliki perjuangan hidupnya masing-masing. Dalam setiap langkah kecil yang ia ambil, ada doa besar yang ia panjatkan. Dalam setiap senyum yang ia tunjukkan, ada semangat luar biasa yang ia sembunyikan. Dan dalam setiap hari yang ia jalani, ada harapan bahwa esok akan selalu lebih baik.

Mari kita belajar dari Mahsin, bahwa kerja keras, syukur, dan harapan adalah kunci untuk menjalani hidup, apa pun tantangannya.