ANTARA FOTO – Penetapan Agus sebagai tersangka atas kasus pelecehan seksual pada Minggu Sore (01/12/2024).

Mataram, 10 Desember 2024 – I Wayan Agus Suratama alias Agus Buntung telah ditetapkan menjadi tersangka kasus pelecehan seksual terhadap 15 orang perempuan di Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Pada Rabu (11/12/2024), Prof. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H. seorang Pakar Hukum Pidana di Universitas Jendral Soedirman menjelaskan tentang hukum pidana terkait dengan tersangka disabilitas.

“Karena ini pelakunya Disabilitas, maka penyidik harus mengoptimalkan undang – undang Disabilitas yaitu UU No. 8 Tahun 2016, yang dimana bagaimanapun harus memberikan asekbilitas terhadap asbilitas, karena secara fisik berbeda dengan orang biasa”, Ujar Prof. Hibnu pada interview live streaming di salah satu stasiun televisi.

Kemudian Prof. Hibnu menambahkan, “Terhadap pelaku atau tersangka, sama kedudukannya dengan orang sehat biasa, karena disini TSK adalah seseorang juga ternyata mentaskan, mampu sehingga mempunyai hak dan kedudukan yang sama seperi orang biasa, hanya secara fisik adalah disabilitas. Dalam konteks pemeriksaan, Polda Mataram harus memperhatikan perlindungan disabilitas. Dengan demikian, karena sebagai subjektif sama, maka dapat dimintai pertanggungjawabannya.”

Merujuk pada penjelasan Prof. Hibnu, sistem peradilan pidana menjamin semua individu, termasuk penyandang disabilitas, mereka harus bertanggung jawab atas tindakan mereka  sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun, ada beberapa ciri khusus yang perlu dipertimbangkan ketika menangani kasus ini.

Pengadilan harus menilai apakah tersangka mampu memahami dan menerima tanggung jawab atas perbuatannya. Termasuk di dalamnya tes medis dan psikologis untuk mengetahui tingkat pemahaman dan kemampuan tersangka dalam memahami akibat perbuatannya.

Tersangka penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama dengan tersangka lainnya, termasuk hak atas keterwakilan yang adil dan akses terhadap proses peradilan. Pengadilan harus memastikan bahwa tersangka menerima dukungan yang mereka perlukan, seperti penerjemah bahasa isyarat dan pengacara yang memahami kebutuhan khusus mereka.

Dalam beberapa kasus, pengadilan dapat mempertimbangkan perlakuan khusus bagi tersangka penyandang disabilitas, seperti program rehabilitasi atau  pemulihan yang sesuai dengan kondisinya. Tujuannya  untuk menjamin sistem peradilan yang seimbang dan memperhatikan  kesehatan fisik dan mental  tersangka.

Kasus-kasus seperti ini seringkali memicu perdebatan tentang bagaimana seharusnya sistem hukum  menangani tersangka penyandang disabilitas.  Di sisi lain, penegakan hukum dan keadilan bagi para korban perlu dilakukan. Sementara itu, pemerintah harus memastikan bahwa tersangka penyandang disabilitas diperlakukan secara adil dan manusiawi.

Penanganan kasus pelecehan seksual yang melibatkan tersangka penyandang disabilitas memerlukan pendekatan yang cermat dan seimbang. Pengadilan harus mempertimbangkan kapasitas hukum tersangka, memastikan bahwa hak-hak mereka terpenuhi, dan memberikan perlakuan khusus yang sesuai. Dengan cara ini, sistem hukum dapat menjamin keadilan bagi semua pihak yang terlibat.