Film keempat dari seri film Ip Man merupakan perjalanan akhir dari hidup sang Tokoh Utama, Ip Man. Berawal dari diagnosis dokter yang menyatakan bahwa Ip Man terserang penyakit kanker, film yang disutradarai oleh Wilson Yip ini mengikuti kisah guru Bruce Lee, Master Ip Man, saat ia mencoba membangun kembali masa depan putranya yang nakal di luar negeri setelah dikeluarkan dari sekolah. Meskipun film ini sukses secara komersial dan penampilan Donnie Yan sebagai Ip Man mendapat pujian, terdapat beberapa hal yang perlu dikhawatiran tentang penggambaran budaya Cina dalam film tersebut dan implikasinya, termasuk penggambaran negatif rasisme Cina dan alur cerita yang menampilkan stereotip negatif tentang budaya Cina.
Master Wing Chun itu memulai perjalanannya ke Sans Fransisco, Amerika Serikat, untuk membangun kembali masa depan putranya Namun, hal ini membuatnya menghadapi masalah diskriminasi, rasisme, dan sikap negatif, terutama terhadap muridnya, Bruce Lee. Asosiasi Cina di San Fransisco menganggap Bruce Lee telah melanggar aturan asosiasi karena mengajarkan bela diri Cina (kung fu) terhadap orang non-Cina.
Di samping itu, Fukazawa dan Wong sebagai penulis naskah menggambarkan karakter orang-orang Cina yang terlalu kritis terhadap kemampuan anak-anak mereka dan memberi terlalu banyak tekanan untuk selalu menjunjung tinggi budaya tradisional Cina. Representasi negatif budaya Cina ini dapat berkontribusi pada stereotip yang merugikan dan melanggengkan bias.
Tidak hanya di lingkungan keluarga, anak-anak Cina juga menerima diskriminatif di lingkungan sosial mereka. Sekolah-sekolah di Fransisco hanya menerima siswa dengan reputasi baik dan harus memiliki surat rekomendasi dari asosiasi Cina. Hal ini semakin menambah tekanan pada anak-anak untuk menyesuaikan diri dengan harapan masyarakat.
Di sisi lain, warga lokal Amerika Serikat, termasuk marinir dan kepolisian, memiliki persepsi yang sama. Mereka menganggap kedudukan warga Amerika jauh lebih tinggi dan terhormat daripada warga Cina. Penyalahgunaan posisi ditunjukkan ketika salah satu sersan marinir memerintah bawahannya untuk mengalahkan warga Cina karena menganggap rendah seni bela diri kung fu dari Cina.
Pertarungan sang Master Wingchun melawan sersan marinir Amerika Serikat adalah pertarungan terakhir Ip Man. Dengan kondisinya yang semakin memburuk akibat kanker, Ip Man berhasil mengalahkan sersan tersebut. Wilayah San Fransisco menjadi lebih aman untuk ditinggali anaknya kelak.
Ketika Ip Man akan kembali ke Cina, sang anak mengetahui penyakit ayahnya. Hal ini mengubah sifatnya yang selalu nakal menjadi lebih baik. Ip Man kemudian mengajarkan anaknya seni bela diri kung fu. Sayangnya, waktunya yang tidak banyak membuatnya meminta anaknya untuk merekam sesi latihannya agar bisa ditonton kapanpun. Di usianya yang ke-79 tahun, Ip Man meninggalkan dunia.
Meskipun film tersebut mungkin dimaksudkan untuk menyoroti perjuangan imigran Cina di Amerika Serikat, penggambaran sikap dan stereotip rasisnya mungkin memiliki efek sebaliknya. Alih-alih mempromosikan pemahaman dan keberagaman budaya, film peraih penghargaan Box Office tersebut berisiko memperkuat sikap negatif terhadap orang Cina dan budaya mereka. Jadi, meskipun film tersebut berhasil, penting untuk mempertimbangkan dampak potensial dari representasi stereotip dan bermuatan rasismenya.