Dahaga Tak Tersapa di Atas Bukit Senggigi

0
235

Hamparan lautan biru menghiasi sepanjang jalanan Senggigi, didampingi oleh tebing-tebing di sisi lainnya. Bukit-bukit tinggi di sepanjang tebing pun tak luput dari pandangan orang-orang yang melewati jalanan Senggigi, berbagai villa dan resorts megah pun menghiasi bukit di sepanjang jalanannya. Namun siapa yang akan mengira bahwa di atas bukit sana ada sebuah dusun yang dihuni oleh masyarakat ekonomi ke bawah. Siapa pula yang akan mengira bahwa ada sebuah tempat yang sangat sulit mendapatkan air bersih di kawasan Senggigi yang sepanjang mata memandang dihiasi dengan karpet lautan biru nan luas.

Indah namum perbahaya, begitulah gambaran bagaimana jalan setapak menuju ke dusun Loco.
Selama perjalanan ke dusun Loco dihiasi dengen pemandangan yang indah dan asri, namun disamping itu jalan yang perlu dilalui untuk sampai ke dusun tersebut begitu menantang.
Ratusan batu gamping licin berbalut semen serta jalanan berpasir menjadi tantangan bagi para penduduk dusun Loco.

Setiap hari jalanan diatas bukit senggigi ini dilalui dengan penuh waspada, bukan hanya menjaga nyawa juga menjaga literan air yang diambil untuk menjaga dahaga penyambung nyawa. Tak hanya sekali, berkali-kali dalam sehari warga dusun Loco harus kembali menjajal jalanan yang menguji adrenalin itu jika persediaan air telah habis terpakai.

Dua orang payuh baya tinggal digubuk kayu dengan dua petak ruang yang menjaganya dari hujan dan terik matahari. Dua orang tersebut adalah sepasang suami istri bernama Kakek Ketut Pure dan Nenek Kadek Ngentek. Mereka tinggal jauh dari anak-anaknya, hanya anjing-anjing merekalah yang setia menemani hari-hari mereka. Tubuh yang sudah rapuh dipaksa kuat untuk bertahan melewati hari yang panjang.

Kakinya yang ringkih perlahan berjalan menuju penampungan air, membawa satu ember airpun terasa sangat memberatkan bagi mereka walaupun penampungan air tidak berada jauh dari rumahnya. Beruntung tetangga yang baik yang melihat mereka sudah tidak mampu mengangkut air membantu membawakan air untuk mereka.

Bukan tanpa alasan mereka harus bersusah payah mengangkut air dari penampungan air. Bahkan bukan hanya mereka saja yang harus bersusah payah mengumpulkan air untuk menjaga dahaga, melainkan semua warga dusun Loco yang ada diatas bukit pun melakukan hal yang sama. Hal ini dikarenakan tidak adanya sumber air yang ada di dusun tersebut bahkan sekedar penampungan air pun nihil.

Penampungan air terdekat terletak kurang lebih setengah kilometer dari dusun tersebut. Penampungan itu dibangun oleh seorang turis yang juga memiliki sebuah villa diatas bukit itu. Namun penampungan kecil itu tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dusun Loco yang sangat kesusahan mendapatkan sumber air bersih. Tak jarang penampungan ini habis airnya oleh masyarakat yang mengambil air terlebih dahulu sehingga masyarakat yang lainnya harus mengambil lagi air sejauh kurang lebih satu setengah kilometer ke dusun Loco bawah.

Tak jarang pula jika musim penghujan datang mereka mencoba menampung air sebisa mereka dengan alat seadanya, namun air yang didapatkan tidak bisa dipakai untuk minum dan memasak. Masyarakat sana mau tak mau hanya menggunakannya untuk mencuci pakaian dan membersihkan sesuatu.

Masyarakat dusun Loco yang tinggal diatas bukit itu pun kebanyakan lansia, tubuh renta mereka sudah tak sanggup mengangkut air dan melewati medan yang sulit. Hanya kaum muda yang berjumlah tidak terlalu banyak lah yang akhirnya menjadi tulang punggung untuk mengangkut air demi kebutuhan mereka disana. Dan juga perlu diingat kembali bahwa medan perjalanan yang ditempuh pun tidak mudah. Jalan yang begitu kecil dan curam menambah rintangan mereka dalam mengambil air. Terlebih ketika musim hujan datang medan pun menjadi semakin berbahaya karena jalannya menjadi sangat licin.

Puluhan jiwa yang putus asa menanti kebaikan hati seseorang yang akan memahami lelah mereka. Sebuah tabung penampung air semoga menjamah bukit penuh pesona itu agar kaki yang lelah, ancaman jalanan berbatu licin tak lagi menjadi tantangan kedepannya.

Sulastri Pibrianti (L1B019112)
Lailatul Fitria (L1B019051)
Mayang Kartika Prasetioningsih (L1B019067)