oleh GILANG PRATAMA/SITI IMTIHANAH/UMMU SALAMAH

Pak Ahyar dan Pak Syahrul yang sedang beristirahat sejenak sebelum kembali bekerja, Minggu (28/11/2021 )

Senggigi, salah satu daerah wisata di Pulau Lombok yang sudah populer bahkan hingga ke mancanegara. Tidak dapat dipungkiri lagi, daerah yang menarik minat wisatawan, juga akan menarik para investor untuk berlomba-lomba membangun usahanya di wilayah tempat wisata yang dianggap sebagai tempat yang strategis seperti Senggigi. Dan mulailah bermunculan lahan-lahan yang kemudian diubah menjadi hotel, tempat wisata dan tempat-tempat hiburan lainnya yang kini memenuhi hampir seluruh wilayah di Senggigi.

Ditengah hiruk pikuk aktivitas pariwisatanya, Senggigi masih menyimpan sejumlah lahan sebagai sumber daya bagi masyarakat. salah satunya adalah lahan perkebunan kelapa yang terletak tidak jauh dari pantai Kerandangan.

Diantara jejeran pantai sepanjang jalan raya Senggigi, lahan perkebunan kelapa tepat di pinggir jalan namun tersembunyi dibalik tembok dan terdapat sebuah pintu masuk kecil untuk menuju ke dalamnya, disanalah aktivitas para buruh tani memanen buah kelapa.

Pagi itu adalah waktunya untuk memanen kelapa yang sudah berbuah lebat. Pak Ahyar dan Pak Syahrul mulai menaiki pohon demi pohon yang hampir mencapai 8 meter tingginya. Namun sebelum itu, hal yang harus dilakukan sebelum mulai memanjat ialah menyumpal kedua lubang telinga mereka dengan dedaunan agar tidak dimasuki semut.  

“Kalau sampai kemasukan semut kan bahaya” tutur Pak Syahrul sembari memperlihatkan telinganya. 

Kelapa yang dipanen tak seberapa menghasilkan pundi-pundi rupiah dibandingkan dengan jerih payah dan deru keringat yang berjatuhan. Tentunya, mereka memiliki alasan untuk melakukan pekerjaan yang cukup berbahaya ini, anak dan istri Pak Ahyar dan Pak Syahrul sudah menanti dirumah dengan harap akan ada rupiah yang bisa dipakai hari ini untuk mengisi perut. Keduanya bukanlah warga yang berasal dari daerah Senggigi, melainkan datang dari Lombok Utara dan Bengkaung untuk memanen kelapa muda satu bulan sekali maupun kelapa tua tiga bulan sekali.

Menggeluti pekerjaan sebagai buruh tani yang hampir setiap harinya mengumpulkan ratusan buah kelapa membuat mereka terlihat sangat cekatan ketika memanjatkan kaki pada batang yang telah dibuat pijakan sepanjang menuju pucuk pohon kelapa. Setiap 1 pohon kelapa hanya memakan waktu 5 menit, mereka sudah dapat menurunkan beberapa buah kelapa.  Di tengah derai hujan sekalipun, mereka tetap melanjutkan untuk menaiki pohon kelapa yang batangnya licin terkena air. Namun tentunya pekerjaan ini tidak selamanya berjalan lancar. 

Pak Syahrul mengaku pernah terjatuh dan mengalami cedera hingga tidak bisa bekerja selama selama 7 bulan, kecelakaan itu telah dialaminya lama sebelum dirinya menikah, sehingga Pak Ahyar harus merawat cedera di punggung hingga jari jemari kakinya seorang diri.

Oleh tengkulak, Pak Syahrul, Pak Ahyar dan salah seorang rekan yang pada saat ditemui pagi itu masih sibuk memanjat pohon kelapa, diberikan standar untuk jumlah buah kelapa yang harus terkumpul yaitu sebanyak 700 buah kelapa dalam sehari. 

“Kami memanen kelapa sesuai standar, biasanya bisa 500 buah atau 700 sehari, jadi jika standar hari ini ialah 700 buah per hari, maka masing-masing dari kami akan memanjat 30 sampai 40 pohon, itupun tergantung lebat tidaknya pohon” jelas Pak Ahyar. 

Jika mampu mengumpulkan buah kelapa sebanyak 700 buah maka upah yang akan diperoleh ketiganya masing masing sebesar 150 ribu rupiah. Namun jika buah kelapa yang dipanen kurang dari 700 buah maka standar akan diturunkan menjadi 500 buah atau kurang dari itu, dengan menurunnya standar juga mempengaruhi besaran upah yang akan mereka diperoleh.

Bisa dibilang, penghasilan Pak Syahrul belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena harus menghidupi istri dan anak semata wayangnya. Walau begitu, Pak Syahrul tidak pernah mengeluh dengan pekerjaannya dan tetap merasa berkecukupan.

Pak Ahyar dan Pak Syahrul sudah menggeluti pekerjaannya sebagai buruh tani sejak tahun 2006. Pekerjaan yang pada awalnya hanya memetik janur lama kelamaan berganti menjadi memanen buah kelapa. Dengan ikhtiar, semangat dan kesabaran Pak Ahyar dan Pak Syahrul dalam menekuni pekerjaannya sebagai buruh selama bertahun-tahun mampu mencukupi kebutuhan keluarga. Bahkan, Pak Ahyar kini mampu menyekolahkan anak sulungnya yang tengah duduk di bangku Tsanawiyah. (*)