Taman Sangkareang adalah salah satu ruang terbuka hijau yang berada di jantung Kota Mataram, setiap pagi dan sore tampak begitu bersih dan asri. Banyak yang menikmati sejuknya udara, deretan pepohonan rindang, serta kicauan burung di taman tersebut. Namun, di balik kebersihan dan ketertiban itu, ada sosok yang bekerja tak kenal lelah. Ia adalah Ibu Shopiah. Perempuan berusia 41 tahun ini telah mengabdikan dirinya selama 22 tahun sebagai tukang sapu. Baginya, Taman Sangkareang bukan sekadar tempat kerja, melainkan ruang penuh makna yang menyimpan banyak kenangan dan harapan.

Ibu Shopiah memulai harinya sebelum fajar menyingsing. Setiap pagi, ia sudah berada di taman dengan sapu lidi dan serokan di tangan. Langkahnya sigap, memulai dari satu sudut taman ke sudut lainnya, menyapu dedaunan yang jatuh seolah setiap helai daun kering yang ia sapu pergi membawa sedikit dari bebannya, membersihkan sampah yang tertinggal, dan memastikan setiap sudut taman tertata rapi. Ia melakukannya dengan tenang, meski seringkali suasana pagi masih sepi. “Sudah jadi kebiasaan, setiap pagi dan sore saya menyapu taman ini.” ujar Ibu Shopiah sambil tersenyum tipis, meski lelah tampak jelas di wajahnya yang mulai menua.

Pekerjaan ini dimulai ketika anaknya yang kini berusia 24 tahun, masih berusia dua tahun. Waktu itu, hidup tak selalu mudah. Sebelum menjadi penyapu taman, Ibu Shopiah bekerja sebagai asisten rumah tangga, namun pekerjaan itu tidak berlangsung lama. Kala itu, Taman Sangkareang sedang membutuhkan tenaga kebersihan, dan tanpa ragu ia mengambil pekerjaan tersebut. Pekerjaan itu sederhana, tetapi menjadi sumber penghidupan yang berharga bagi keluarganya. Hari-hari Ibu Shopiah dimulai dengan kesibukan menyapu, tetapi sesungguhnya ia melakukan lebih dari sekadar membersihkan taman. Dalam setiap ayunan sapunya, ada doa dan harapan yang dipanjatkannya untuk masa depan anaknya. Ia ingin anaknya tumbuh besar dengan pendidikan yang lebih baik dan kehidupan yang lebih mapan. Seiring berjalannya waktu, taman ini menjadi tempat di mana ia merenung dan menemukan kekuatan untuk terus berjuang.

Setiap hari, setelah tugas pagi selesai dan ia pulang untuk beristirahat sebentar, Ibu Shopiah kembali lagi ke taman pada sore hari. Sore di Taman Sangkareang berbeda dengan pagi yang sepi. Anak-anak berlarian di taman, pasangan muda menikmati waktu bersama, dan para pedagang kaki lima mulai menjajakan dagangannya. Suasana riuh, tetapi baginya tetap sama: ia harus memastikan taman ini tetap bersih. Sambil menyapu, sesekali ia tersenyum kepada orang-orang yang lewat, dan ada rasa bangga ketika mereka bisa menikmati taman yang bersih dan nyaman berkat kerja kerasnya. Kehidupan sebagai tukang sapu taman memang tidak mudah, tetapi Ibu Shopiah tidak pernah mengeluh. Bagi banyak orang, mungkin pekerjaan ini terlihat sederhana, bahkan remeh. Namun, baginya, ini adalah bentuk pengabdian.

Selama 22 tahun, ia telah menyaksikan berbagai perubahan di Taman Sangkareang. Pepohonan yang dulu kecil kini sudah tumbuh besar, jalan setapak yang dulu masih kasar kini sudah diperhalus, dan orang-orang yang datang silih berganti. Namun, satu hal yang tak pernah berubah adalah komitmennya untuk menjaga taman ini tetap bersih. Ketika ditanya tentang harapannya ke depan, Ibu Shopiah hanya tersenyum. Ia tak meminta banyak, hanya ingin terus bisa bekerja dengan baik dan melihat anaknya sukses dalam hidup. “Saya tidak tahu sampai kapan saya akan terus menyapu di sini. Tapi selama saya masih kuat, saya akan terus menyapu disini” tuturnya.