Sangkareang, Di tengah padatnya aktivitas di Kota Mataram, ada sosok pekerja keras yang setiap hari setia menjaga ketertiban di Taman Sangkareang. Namanya Dolah, seorang pria berusia 34 tahun yang telah menjalani profesi sebagai tukang parkir di taman tersebut selama delapan tahun. Pekerjaan yang mungkin terlihat sederhana ini ternyata menjadi sumber utama penghidupan bagi dirinya.

Dolah memulai hari-harinya sejak pagi, berdiri di bawah terik matahari atau sesekali di bawah rintik hujan, mengatur kendaraan pengunjung yang datang ke taman. Dengan keahliannya yang terasah selama bertahun-tahun, Dolah mampu memastikan setiap kendaraan terparkir dengan rapi, memberi rasa aman bagi para pengunjung. Meskipun tugas ini tampak mudah, pekerjaan Dolah membutuhkan kesabaran, ketelitian, dan sikap profesional.

Setiap harinya, Dolah bisa memperoleh pendapatan sekitar 150 ribu rupiah dari hasil parkir. Namun, sebagian dari penghasilan tersebut harus ia sisihkan untuk membayar setoran harian kepada pemerintah daerah, sesuai aturan yang berlaku. Dari sisa pendapatannya, Dolah mencukupi kebutuhan sehari-hari. Meskipun penghasilan ini tidak selalu besar, bagi Dolah, pekerjaan ini tetap memberinya rasa bangga. “Setiap pekerjaan ada tanggung jawabnya,” ujar Dolah dengan senyum sederhana.

Pekerjaannya ini sudah ia jalani selama delapan tahun. Selama itu pula, Dolah telah melihat banyak perubahan di taman, mulai dari renovasi fasilitas hingga peningkatan jumlah pengunjung. Setiap harinya, ia bertemu dengan orang-orang dari berbagai latar belakang, dari keluarga yang datang untuk piknik hingga anak-anak muda yang sekadar menikmati udara sore di taman. Interaksi inilah yang membuat pekerjaan Dolah lebih dari sekadar tugas. Baginya, ini adalah cara untuk tetap merasa terhubung dengan masyarakat.

Meskipun pekerjaan sebagai tukang parkir sering dipandang sebelah mata, Dolah melihatnya sebagai kontribusi penting bagi kota. Dengan menjaga ketertiban parkir, ia membantu menciptakan kenyamanan bagi pengunjung Taman Sangkareang, yang merupakan salah satu ruang hijau favorit di Mataram. Selama delapan tahun, ia terus bertahan, menjalani hari-hari dengan penuh ketekunan, sambil berharap agar penghasilannya tetap cukup untuk menghidupi dirinya.