
Mataram -Deru motor saling bersahutan tiada henti. Kendaraan-kendaraan itu tak sabar menanti giliran agar bahan bakarnya terisi. SPBU memiliki atmosfer yang cukup panas, membuat pengendara ingin segera beranjak. Namun, berbeda dengan Maulidin yang mesti berdiam diri di pinggir SPBU. Menanti siapa saja yang sukarela memberikan uang.
“Kita ga maksa juga, kalau dikasi alhamdulillah. Kita bersyukur,” Ungkap Maulidin (33) saat di temui di SPBU Pagesangan.
Maulidin turut senang jika terdapat pengunjung SPBU yang memotretnya dan memberikan sedikit rejekinya. Ia merasa dapat menghibur warga sekitar karena pada dasarnya badut memang menjadi hiburan warga. Petugas tempat isi ulang bahan bakar pun tak melarang pria tersebut mengamen. Memang, pengamen badut ini tak mengganggu.
Pria berusia 33 tahun tersebut harus berjoget berjam-jam lamanya. Tak tentu kapan dan hingga pukul berapa ia mesti mengamen. Namun, biasanya ia akan mengamen di sore hari agar cuaca dapat mendukung. Meski tetap merasa panas, apalagi dengan kostum badut. Pengamen badut itu tidak pulang larut malam, mempertimbangkan perannya di rumah.
“Kadang nangis mbak, saya kira anak saya di depan saya kalau ngamen,” ungkapnya.
Ketika mengamen, pria yang menafkahi empat anak ini sering terenyuh ketika berjumpa anak-anak. Ia selalu teringat akan buah hatinya. Apabila tidak mengamen, dari mana ia akan mendapatkan uang untuk keempat anaknya. Bahkan, teman di sekolah anaknya kerap mengejek pekerjaan kepala keluarga tersebut. Untungnya, keluarga kecilnya tetap memberikan dukungan.
Berbicara mengenai dukungan keluarga, pria yang gigih mencari nafkah ini mengaku tak sepenuhnya didukung. Bahkan, keluarga pihak perempuan sempat tak merestui hubungannya dengan sang istri. Namun, hal yang patut ia syukuri bahwa istrinya tetap mendukung dan mengerti keadaannya. Bahkan, sang istri ikut menjadi pengamen badut.
Maulidin tidak langsung bekerja sebagai pengamen badut di SPBU. Pada mulanya ia bekerja sebagai tukang ojek, tukang bangunan, pengamen jalanan, hingga pemulung. Akan tetapi saat menjadi pengamen jalanan, ia kerap dikejar-kejar oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Sehingga, memutuskan untuk berhenti menjadi pengamen jalanan.
“Hasil ngamen dikejar-kejar itu ga enak kita makan, tapi dari itu berhenti,” jelasnya.
Semenjak menjadi badut, anak-anaknya merasa senang. Hal ini mendorong semangat Maulidin. Ia selalu bersyukur dengan keadannya sekarang karena dengan pekerjaannya yang dahulu, ia tak pernah merasa cukup. Sehingga, pria yang selalu merasa gerah saat mengamen itu belajar untuk tetap bersyukur atas rejeki yang dilimpahkan. Selain itu, ia mengadu nasib dengan menjual mental dengan prinsip mencari nafkah di jalan yang halal.