Tingginya pertumbuhan penduduk serta mobilitasnya yang kian tak terbendung menjadi cerita tersendiri di abad ke-21 ini. Fenomena urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota kian tak terelakan. Tawaran menggiurkan yang dipancarkan gemerlapnya perkotaan menarik banyak mata untuk pindah dan menetap di daerah perkotaan. Di samping itu, rendahnya pemerataan pembangunan, minimnya fasilitas umum, hiburan, hingga terbatasnya ketersediaan fasilitas kesehatan dan pendidikan pun melatar belakangi daerah perkotaan menjadi magnet yang memikat.
Tingginya jumlah penduduk dengan keterbatasan lahan menjadikan kian banyak daerah perkotaan perlahan menjadi pemukiman padat tanpa lahan kosong tersisa. Minimnya pekarangan atau ruang terbuka ini menyebabkan terbatasnya daerah resapan air dan menyempitnya lahan yang dapat ditanami. Permasalahan ini menyebabkan daerah perkotaan kian hari kian krisis lahan terbuka hijau. Tingginya pelepasan karbon oleh kendaraan bermotor, mesin, hingga pabrik tidak diimbangi dengan ketersediaan tumbuhan hijau. Peyimpanan dan penyerapan karbondioksida sangat berperan untuk mengurangi konsentrasi gas CO2 (Suryono et al., 2018). CO2 diserap lalu diubah dalam bentuk karbon organik, yang disimpan berupa biomassa di dalam seluruh bagian tumbuhan (Rifandi, 2021). Hal ini yang kemudian menyebabkan iklim mikro daerah perkotaan cenderung lebih panas ditambah tercemarnya udara.
Kebutuhan ketersediaan pangan daerah perkotaan makin mendesak, sehingga kegiatan pertanian tidak dapat hanya digantungkan pada daerah pedesaan. Seiring perkembangan teknologi pertanian, kini muncul istilah “Urban Farming” atau “Pertanian Urban”. Pertanian urban memfokuskan kegiatan budidaya, pemanenan, hingga pendistribusian pangan pada daerah perkotaan dengan mengembangkan tanaman berumur pendek. Pengembangan pertanian urban tidak hanya berlaku pada bisnis skala besar, pengembangan skala rumah tangga pun dapat dilakukan.
Salah satu bentuk urban farming yang kini cukup dikenal yakni hidroponik. Hidroponik sendiri merupakan sistem budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah, kelebihan dari sistem ini yaitu tidak memerlukan lahan yang luas bahkan dapat dikembangkan secara vertikal. Pengembangan hidroponik dapat dilakukan dengan instalasi NFT (Nutrient Flow Technique) maupun DFT (Deep Flow Technique). Pada sistem DFT sirkulasi air dan nutrisi dengan menggunakan metode genangan dalam ketinggian air 4-5 cm dengan instalasi sejajar. Adapun NFT menggunakan metode kemiringan dengan aliran nutrisi yang tipis. Adapun metode lain yang dapat dilakukan dengan sistem sumbu, sistem rakit agung, dan sistem Ducth Bucket.