Dalam hukum pidana ada yang disebut alasan pengecualian sehingga seseorang tidak dapat dihukum, salah satunya adalah alasan pengecualian umum yang terdapat pada Bab III pasal 44, 48 s.d. 51 KUHP di mana pasal-pasal itu berlaku bagi semua delik yang ada di buku ke 2 KUHP (dari pasal 104 s.d. pasal 488 KUHP), yang mengatur tentang kejahatan.
Pertama : perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa dengan maksud untuk mempertahankan atau membela. Jadi, harus ada keseimbangan antara pembelaan dan serangan. Nah, yang dapat menilai semua itu adalah hakim pengadilan bukan Polisi.
Kedua : pembelaan itu hanya untuk serangan pada badan, kehormatan (dalam konteks sexsuil), barang milik sendiri atau barang milik orang lain.
Ketiga : harus ada serangan yang melawan hak atau serangan yang melawan hukum, Misalnya; pencuri menyerang korbannya dengan senjata tajam.
Keadilan di negeri kita sudah sangat miris karena banyak sekali kejahatan yang di bela dan banyak yang menyepelekan kejahatan itu sendiri. Hal ini membuat para warga menjadi anarkis melawan para pemerintah. Seperti halnya kasus yang terjadi di Lombok Nusa Tenggara Barat, dimana seorang korban begal menjadi tersangka karena melakukan penyerangan kepada pelaku begal untuk membela dirinya. Tersangka bernama AS adalah korban Begal akan tetapi saat ini AS sedang menjadi tersangka karena telah melakukan pembunuhan. As bisa melawan begal tersebut dan selamat.
Ada pun kronologi kejadian itu bermula ketika korban pergi ke Lombok Timur untuk mengantarkan makanan kepada ibunya. Selanjutnya di tengah jalan di TKP korban dipepet dua begal dan dia melawan begal-begal itu menggunakan senjata tajam. Tidak lama kemudian datang dua teman begal dan melawan korban, namun semua begal itu berhasil ditumbangkan oleh si korban. Seandainya AS tidak melawan mungkin saat ini keluarga AS sudah kehilangan seorang sosok kepala keluarga.
Terkait dengan peristiwa begal di atas, polisi yang ditugaskan dan diberikan kewenangan oleh UU untuk menjalankan fungsi penyelidikan dan penyidikan harus menjalankan ke 2 tugasnya itu untuk mengusut sampai tuntas kasus tersebut. Polisi tugasnya hanya mengumpulkan bukti-bukti atas suatu peristiwa kemudian diajukan ke Penuntut umum. Apabila penyidikan Polisi dinyatakan lengkap oleh Penuntut umum, maka selanjutnya diajukan ke persidangan, di sana hakim pengadilan yang menilai. Apakah terdakwa pembunuh begal itu memenuhi unsur pembelaan darurat (vide pasal 49 KUHP) atau tidak, jika terpenuhi, maka pasti dibebaskan karena bunyi pasalnya demikian. Begitu pula sebaliknya, jika tidak memenuhi unsur pembelaan darurat sebagaimana dimaksud pada pasal 49 KUHP, maka pasti dijatuhi hukuman. Itulah mengapa diberi nama Pengadilan sebab tidak semua orang diajukan ke sana harus bersalah.
Saya memahami kemurkaan kita pada setiap pelaku tindak pidana termasuk pelaku begal akan tetapi kita juga harus memahami bagaimana proses hukum itu berjalan seperti yang telah diamanatkan oleh Undang-undang.
Perlu diingat lagi, bahwa dalam hukum terdapat asas Lex dura sed tamen scripta, maknanya “Hukum itu kejam tetapi memang begitulah bunyinya”. Asas hukum ini dipahami seluruh negara hukum di dunia, termasuk negara hukum Republik Indonesia. Polisi menangguhkan penahanan AS setelah sempat ditahan karena kasus tersebut. Dikutip dari Antara, Kamis (14/4/2022), korban begal itu mengaku bersyukur bisa kembali bertemu keluarganya di Dusun Matek Maling, Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, setelah dilepaskan polisi.
Selain menetapkan korban menjadi tersangka dalam dugaan kasus pembunuhan dan penganiayaan, dua begal berinisial WH dan HO, warga Desa Beleka yang berhasil melarikan diri, juga ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus tindak pidana ini, Korban begal dikenakan pasal 338 KHUP menghilangkan nyawa seseorang melanggar hukum maupun pasal 351 KHUP ayat (3 ) melakukan penganiayaan mengakibatkan hilang nyawa seseorang.
Selain itu juga, barang bukti yang berhasil disita yakni empat senjata tajam dan tiga unit motor yang diduga digunakan korban dan para pelaku. Satu korban melawan empat pelaku yang mengakibatkan dua pelaku begal inisial P (30) dan OWP (21) warga Desa Beleka tewas. Sedangkan dua pelaku lainnya melarikan diri dan saat ini telah ditahan.
Dari kasus diatas bisa kita simpulkan bahwa AS juga korban begal tersebut, Pasca ditahan dan ditetapkan menjadi tersangka oleh Polres Lombok Tengah, ia dan keluarganya terguncang dan tidak bisa tidur, karena memikirkan kasus yang menimpanya. Namun, ia merasa agak senang setelah mendapat penangguhan penahanan yang diberikan karena ada dukungan dari masyarakat, terkhusus masyarakat Lombok Tengah. Walaupun pemerintah di Indonesia ini tidak adil masih ada suara rakyat yang menggema untuk meminta keadilan untuk bapak AS dan akhirnya beliau mendapat keringanan karena suara rakyat. Seharusnya saat ini penyelidikan kasus ini ditingkatkan menjadi sidik, setelah melakukan pemeriksaan pada saksi yang tersangka.