Mataram (11/3) – Pembangunan Pullman Hotel yang rencananya menjadi salah satu fasilitator penginapan selama seri MotoGP Mandalika 2021, terpaksa dihentikan akibat dari carut-marutnya masalah kepemilikan lahan antara pihak pemerintah melalui BUMN yang diwakili oleh ITDC dan Wijaya Karya, serta pihak eksternal yang mengklaim lahan tersebut.
Dengan tekad yang kuat untuk kembali mengadakan event MotoGP di tahun 2021, Indonesia menunjukan keseriusannya melalui rencana pemerintah dalam menentukan tempat terbaik untuk dilangsungkannya ajang balap motor kelas tertinggi tersebut. Awalnya beberapa daerah seperti Sentul di Bogor, Jakabaring di Palembang serta Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Lombok Tengah, menjadi 3 rekomendasi teratas sebagai bakal lokasi penyelenggara seri MotoGP Indonesia 2021.
Di awal tahun 2019, pemerintah pusat melalui presiden, Menpora, BUMN dan Pemerintah Daerah NTB akhirnya menyetujui rencana penyelenggaraan event MotoGP di Pulau Lombok tahun 2021 nantinya. Oleh sebab itu sebagai langkah awal, pemerintah meninjau langsung lokasi yang nantinya akan menjadi bagian dari sirkuit. Hal ini ditunjukan oleh kunjungan kerja dari Presiden Joko Widodo pada Juli 2019 yang lalu, Menteri Pariwisata Bapak Wisnutama, serta KH. Ma’aruf Amin selaku Wakil Presiden RI yang menyempatkan diri untuk mengunjungi KEK Mandalika beberapa di bulan Februari yang lalu. Kunjungan kerja tersebut dapat menjadi tanda keseriusan pemerintah untuk memantau dan mengevaluasi secara langsung keadaan di Mandalika. Meski demikian, dibalik skenario dan jalannya proyek akbar tersebut, terdapat satu hambatan yang sampai saat ini masih menjadi perdebatan dan masalah bersama. Hambatan tersebut ialah problematika pembebasan lahan.
Masalah ini merupakan hambatan yang memang sebelumnya telah diperkirakan akan mencuat di kemudian hari, bahkan sejak gagasan untuk membangun Sirkuit Mandalika akan dimulai di kawasan tersebut. Sebab, kawasan tersebut pada awalnya ialah tempat tinggal warga sekitar, lokasi mata pencaharian, serta ladang bisnis bagi sejumlah pihak. Hal tersebut menyebabkan adanya klaim kepemilikan antara pemerintah dan warga sipil disaat proyek pembangunan sirkuit berlangsung.
Salah satu pihak yang terkena dampak masalah lahan ini, ialah Pullman Hotel. Pullman Hotel yang merupakan salah satu fasilitator penginapan berbintang 5 pada event MotoGP Mandalika 2021, dijadwalkan telah rampung di akhir tahun 2019. Sayangnya, akibat dari sengketa lahan yang mencakup area hotelnya, Pullman Hotel terpaksa menghentikan proyek pembangunan hotel mereka untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
Salah satu pihak yang terkena dampak masalah lahan ini, ialah Pullman Hotel. Pullman Hotel yang merupakan salah satu fasilitator penginapan berbintang 5 pada event MotoGP Mandalika 2021, dijadwalkan telah rampung di akhir tahun 2019. Sayangnya, akibat dari sengketa lahan yang mencakup area hotelnya, Pullman Hotel terpaksa menghentikan proyek pembangunan hotel mereka untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
Mengutip pemberitaan online Lombok Post pada (27/9/19), sengketa lahan yang mencakup area proyek pembagunan Pullman Hotel ini juga melibatkan 2 hotel lainnya, yakni Hotel Royal Tulip dan Paramount Lombok Resort. Ketiga hotel tersebut berada di atas lahan seluas 5,9 hektare milik seorang bernama Umar.
Umar selaku pihak pengklaim lahan tersebut memiliki bukti hukum berupa Surat Hak Milik (SHM) dari hasil pembelian lahan tersebut di tahun 1997, sebagaimana yang ditunjukannya dalam sidang banding di Kejaksaan Tinggi NTB. Akan tetapi Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Lombok Tengah menyatakan bahwa bukti tersebut adalah palsu dan sama sekali tidak terdaftar di dalam arsip BPN pusat maupun daerah.
Pada November 2019 lalu, kedua belah pihak sudah berada ditahap pengajuan kasasi Mahkamah Agung. Hal tersebut berdampak pada situasi di sekitar area proyek pembangunan ketiga hotel tersebut, khususnya Pullman Hotel yang aktivitas konstruksinya terhenti total. Hingga saat ini belum ada kejelasan terkait agenda maupun rencana apa yang akan dilakukan oleh ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation) dan WIKA Gedung (Wijaya Karya Gedung) selaku anak perusahaan dari lembaga BUMN pemegang tender pembangunan Pullman Hotel.
“Untuk saat ini, teman-teman dari WIKA Gedung yang menangani Pullman, memang sudah tidak di sini, kemungkinan besar mereka sudah kembali ke pusat (Jakarta), karena satu-satunya kantor utama mereka memang di sana.” Ujar Edo, selaku Manajer Keuangan Senior WIKA Indo saat sesi wawancara pada Selasa (3/3).
WIKA Indo sendiri merupakan perusahaan induk yang membawahi WIKA Gedung selaku investor pembangunan Pullman Hotel. Namun sayangnya, saat di wawancarai terkait proyek dan kelanjutan dari Pullman Hotel, pihak WIKA Indo yang diwakili oleh Pak Edo berdalih bahwa wewenang dan kebijakan pembangunan Pullman Hotel bukanlah ranah mereka, melainkan agenda kerja tersendiri dari pada WIKA Gedung. Kendati ia berdalih demikian, WIKA Indo tetaplah perusahaan induk yang secara otomatis akan mengkoordinasi serta mengarahkan kebijakan WIKA Gedung selaku anak dari perusahaannya.
Oleh sebab itu, sengketa lahan yang terjadi antara seorang bernama Umar selaku pemilik lahan berdasarkan bukti SHM (Surat Hak Milik) dengan pemerintah setempat yang diwakili oleh BPN, ITDC dan WIKA, pada akhirnya justru menghambat pembangunan Pullman Hotel yang dijadwalkan rampung pada akhir 2019 yang lalu. Tak hanya itu, hal tersebut juga kemungkinan besar membuat beberapa investor lainnya memilih untuk membatalkan tender serta kelanjutan program pembangunan hotel di lahan yang tengah disengketakan. Hal ini selaras dengan ucapan Pak Edo dalam sesi wawancara (3/3) yang mengatakan bahwa pihak WIKA Gedung selaku salah satu pemegang tender konstruksi Pullman Hotel telah menarik seluruh jajarannya dari proyek tersebut untuk kembali ke kantor pusat di Jakarta. – Mataram (11/3)