
Di tengah hamparan sawah dan suasana asri Desa Darmaji, sebuah inisiatif sederhana tumbuh membawa perubahan besar. Sebuah perpustakaan keliling yang digagas oleh Fazza bersama komunitas Generasi Darmaji (GenD) telah menjadi cahaya harapan bagi anak-anak desa untuk mencintai literasi.
Fazza, salah satu penanggung jawab program ini, menceritakan awal mula perpustakaan keliling ini dibentuk. Bermula dari sebuah gagasan kecil yang muncul dalam sebuah komunitas desa, program ini lahir dari keresahan melihat anak-anak desa yang semakin terikat pada gadget. “Kami ingin anak-anak di desa mencintai buku dan mengurangi ketergantungan mereka pada dunia digital,” ujarnya.
Program ini pertama kali diwujudkan pada tahun 2021 dengan mendirikan rumah baca di rumah salah satu anggota komunitas. Rumah baca itu menjadi pusat literasi yang terbuka 24 jam bagi siapa saja yang ingin membaca. Namun, menyadari luasnya wilayah desa dan tidak efisiennya akses ke rumah baca, lahirlah ide untuk menjangk
Program perpustakaan keliling ini bukanlah perjalanan instan. Fazza, salah satu penggerak utama, mengenang bagaimana ide ini bermula dari keresahan sederhana di komunitas mereka. “Kami melihat semakin banyak anak yang kecanduan gadget tanpa pengawasan, hingga lupa ada dunia penuh cerita yang menunggu di balik halaman buku,” katanya. Bersama komunitas GenD, yang awalnya dibentuk oleh seorang guru ngaji, mereka pun memulai langkah kecil untuk menciptakan perubahan besar.
Langkah pertama mereka adalah mendirikan rumah baca di sebuah rumah sederhana yang dimodifikasi menjadi ruang literasi. Rumah baca ini menjadi cikal bakal perpustakaan keliling yang kemudian dirancang untuk menjangkau lebih banyak anak. “Tidak semua anak bisa datang ke rumah baca, jadi kami membawa buku-buku itu ke mereka,” lanjut Fazza.
Dengan cara sederhana, tim relawan mulai mengunjungi dusun-dusun di Desa Darmaji, sering kali bertepatan dengan acara desa seperti perayaan tujuh belasan atau Lebaran. Perpustakaan keliling ini tidak hanya memperkenalkan anak-anak pada buku, tetapi juga menjadi alat promosi komunitas literasi yang mereka bangun.
Dampak dari program ini terasa nyata. Fazza mengungkapkan bahwa, meskipun minat baca masih dalam proses tumbuh, ada perubahan signifikan dalam pola interaksi anak-anak. “Anak-anak yang dulu terus bermain gadget kini lebih sering berkumpul, bermain bersama, dan berbagi cerita. Mereka mulai belajar bersosialisasi lagi,” katanya.
Namun, perjalanan ini tidak selalu mulus. Minimnya jumlah relawan dan kesadaran remaja desa menjadi tantangan tersendiri. Meski begitu, Fazza dan timnya tidak menyerah. Mereka terus mengajak lebih banyak orang untuk terlibat dan mendukung program ini, baik melalui sumbangan buku maupun partisipasi langsung.
“Harapan kami adalah setiap dusun di desa ini memiliki rumah baca sendiri. Dengan begitu, anak-anak tak perlu pergi jauh untuk bisa membaca,” ungkap Fazza tentang rencana besar komunitas GenD ke depan.
Perpustakaan keliling ini bukan sekadar tentang membawa buku, tetapi juga membawa harapan. Fazza menutup percakapan dengan sebuah pesan sederhana namun bermakna dalam, “Belajar di waktu kecil itu seperti menulis di atas batu. Apa yang ditanamkan hari ini akan menjadi bekal yang abadi.”
Bagi Anda yang ingin mendukung inisiatif ini, komunitas Rumah Belajar GenD membuka pintu bagi sumbangan buku dan bantuan lain untuk terus membawa perubahan di pelosok Desa Darmaji.