Ilustrasi Kertas Suara dimasukkan kedalam Kotak Suara. Sumber: inp.polri.go.id

Mataram, 19 Juni 2025 – Tingkat partisipasi politik masyarakat Kota Mataram dalam Pemilu, Pilkada, dan Pilpres masih menghadapi tantangan signifikan. Rendahnya literasi politik menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi kondisi ini, menyebabkan masyarakat rentan terhadap misinformasi dan kurang aktif dalam proses demokrasi.


sumber: mataramkota.bps.go.id

Literasi politik, yang mencakup kemampuan memahami sistem pemerintahan dan peran dalam demokrasi, sangat dipengaruhi oleh tingkat melek aksara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Mataram menunjukkan bahwa pada tahun 2024, angka melek aksara secara keseluruhan di Kota Mataram adalah 91,06%. Meskipun penduduk usia muda (15-24 tahun) memiliki angka melek aksara yang tinggi, mencapai 99,72%, angka ini menurun drastis pada kelompok usia di atas 45 tahun, terutama pada mereka yang berusia di atas 60 tahun dengan hanya 70,49%. Kesenjangan juga terlihat berdasarkan jenis kelamin, di mana laki-laki umumnya memiliki tingkat melek aksara sedikit lebih tinggi dibandingkan perempuan, terutama pada kelompok usia tua, yang diyakini karena keterbatasan akses pendidikan bagi perempuan di masa lalu. Angka melek aksara yang rendah ini secara langsung memengaruhi pemahaman informasi politik, visi-misi calon, dan isu-isu yang berkembang, berujung pada rendahnya keterlibatan dan potensi golput.


sumber: mataramkota.bps.go.id T

Selain literasi aksara, tingkat partisipasi pendidikan formal juga berperan penting. Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK) menunjukkan bahwa akses terhadap pendidikan dasar relatif tinggi, namun APM untuk jenjang pendidikan menengah (SMP dan SMA) lebih rendah. Ini mengindikasikan bahwa sebagian warga tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, yang berdampak pada literasi politik mereka. Masyarakat dengan pendidikan rendah cenderung lebih mudah terpengaruh informasi tidak akurat dan sulit memahami kebijakan calon, menurunkan kepercayaan terhadap pemilu.

sumber: mataramkota.bps.go.id

Kondisi pendidikan yang terbatas ini juga tercermin dalam jenis kegiatan masyarakat. Penduduk dengan pendidikan dasar atau menengah lebih banyak bekerja di sektor informal atau tidak memiliki pekerjaan tetap, membatasi akses mereka terhadap informasi politik berkualitas. Sebaliknya, mereka yang berpendidikan tinggi cenderung bekerja di sektor formal, dengan akses informasi yang lebih luas dan kesempatan untuk berdiskusi politik. Korelasi ini menunjukkan bahwa pendidikan yang lebih tinggi meningkatkan kemungkinan partisipasi dalam pemilu karena pemahaman yang lebih baik tentang proses demokrasi.


sumber: mataramkota.bps.go.id

Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap calon dan sistem pemilu juga berkaitan erat dengan statistik kemiskinan dan efektivitas bantuan sosial. Data kemiskinan di Kota Mataram dari tahun 2015 hingga 2024 menunjukkan fluktuasi. Pada tahun 2024, persentase penduduk miskin mencapai 8,00%. Peningkatan angka kemiskinan atau garis kemiskinan dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan calon dari sistem pemerintahan yang sama, karena mereka merasa kebijakan yang ada tidak membawa perubahan signifikan.

Dalam hal bantuan sosial, Tabel 4.3.9 menunjukkan jumlah penerima bantuan sosial di Kota Mataram pada tahun 2024 adalah 57.388 kepala keluarga, dengan realisasi anggaran sebesar Rp17.697.664.929. Jika jumlah penerima bantuan tinggi, ini bisa mengindikasikan kesulitan ekonomi yang luas, yang berpotensi menurunkan kepercayaan terhadap pemimpin saat ini. Namun, jika bantuan sosial dikelola dengan baik dan dirasakan efektif, masyarakat cenderung lebih mendukung calon dari pemerintahan yang sama. Efektivitas bantuan sosial berperan penting dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap pemilu.


sumber: mataramkota.bps.go.id

sumber: mataramkota.bps.go.id

Pola partisipasi pemilih dalam Pemilu Presiden Kota Mataram tahun 2022, 2023, dan 2024 juga menunjukkan dinamika kepercayaan. Pada tahun 2022, jumlah pemilih cukup stabil. Namun, pada tahun 2023, terjadi perubahan dalam jumlah suara, yang bisa menunjukkan peningkatan apatisme atau ketidakpercayaan. Memasuki tahun 2024, pola partisipasi menjadi krusial untuk menganalisis apakah kepercayaan masyarakat telah meningkat atau melemah. Faktor-faktor seperti kepuasan terhadap kebijakan pemerintah sebelumnya, efektivitas kampanye calon, kondisi ekonomi, dan literasi politik secara keseluruhan memengaruhi perubahan jumlah suara.

Untuk mengatasi rendahnya partisipasi politik ini, pemerintah diharapkan menjalankan program literasi aksara bagi kelompok rentan seperti lansia dan perempuan, serta menerapkan sosialisasi pemilu yang lebih inklusif dan mudah dipahami agar semua kelompok umur dapat berpartisipasi efektif dalam demokrasi. Peningkatan akses pendidikan, terutama di jenjang menengah dan tinggi, juga menjadi kunci untuk memperkuat literasi politik dan membangun kepercayaan warga terhadap sistem pemerintahan. Selain itu, upaya mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat akan menjadi faktor kunci dalam membangun kepercayaan pemilih dan meningkatkan partisipasi dalam pemilu.