
Mataram – Biaya hidup menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa perantauan di Mataram. Hasil survei terhadap 12 mahasiswa Universitas Mataram (UNRAM) dari berbagai daerah dan jurusan menunjukkan variasi pengeluaran bulanan yang signifikan, berkisar antara Rp.700 ribu hingga lebih dari Rp.10 juta per bulan, variasi ini sangat bergantung pada pola hidup, fasilitas kost, dan kebutuhan pribadi mahasiswa.
Komponen pengeluaran terbesar bagi anak kos sebagian besar adalah biaya sewa, yang dimana seorang mahasiswi asal Lombok Barat, hanya mengeluarkan Rp.250 ribu per bulan untuk kos sederhana, angka ini sangat berbeda dengan mahasiswi asal Sumbawa yang memilih kos eksklusif dengan biaya mencapai Rp.1,2 juta per bulan.
Untuk kebutuhan makan, pengeluaran mahasiswa kos juga bervariasi, mahasiswa Teknik Informatika asal Lombok Timur, menghabiskan sekitar Rp.750 ribu per bulan karena lebih sering membeli makanan di luar. Kontrasnya, mahasiswa PPKn asal Lombok Tengah yang memilih memasak sendiri yang hanya mengeluarkan Rp.500 ribu per bulan untuk konsumsi.
Biaya transportasi turut menyumbang beban pengeluaran anak kos, mayoritas mahasiswa menggunakan sepeda motor pribadi dengan alokasi biaya berkisar Rp.100 ribu hingga Rp.250 ribu per bulan, sebagian kecil memilih opsi lebih hemat dengan berjalan kaki menuju kampus.
Di era digital, kebutuhan kuota internet menjadi pengeluaran wajib bagi mahasiswa kos, karna rata-rata pengeluaran untuk internet mencapai Rp.50 ribu hingga Rp.200 ribu per bulan, tergantung pada intensitas pemakaian.
Secara keseluruhan, total biaya hidup mahasiswa yang tinggal di kos di Mataram menunjukkan variasi yang cukup tajam. Sebagai mana,seorang mahasiswi asal Lombok Tengah mampu bertahan hanya dengan Rp.1 juta per bulan, berkat pilihannya untuk memasak sendiri dan berjalan kaki. Namun, terdapat pula kasus ekstrem seperti mahasiswa Budidaya Perairan asal Lombok Utara yang mengaku total pengeluarannya mencapai Rp.10 juta per bulan, dipicu oleh pilihan tinggal di kos eksklusif dan kebiasaan makan di luar.
Variasi pengeluaran yang mencolok ini tidak hanya mencerminkan perbedaan gaya hidup, tetapi juga berpotensi memengaruhi kesejahteraan dan fokus akademik mahasiswa. Mahasiswa dengan anggaran terbatas sering kali dihadapkan pada pilihan sulit antara memenuhi kebutuhan dasar atau mengalokasikan dana untuk keperluan studi seperti buku, referensi, atau kegiatan penunjang akademik.
Menghadapi tantangan ini, banyak anak kos mengembangkan berbagai strategi adaptasi untuk bertahan, pilihan untuk berhemat, memasak sendiri, mencari pekerjaan paruh waktu, atau bahkan terlibat dalam kegiatan wirausaha kecil-kecilan menjadi cara esensial bagi mereka untuk menghidupi diri sendiri.
Beberapa mahasiswa juga memilih untuk berbagi biaya dengan teman sekamar atau mencari beasiswa untuk meringankan beban finansial. Kemampuan untuk mandiri dalam mengatur kebutuhan hidup sehari-hari di antara tumpukan tugas kuliah menjadi keterampilan penting yang diasah selama masa ini.