Tidak semua pemain hebat berasal dari tim juara. Kadang, justru dari tim yang tersingkir lebih awal, lahir sosok yang tak terduga, seperti M. Apriliawan Akbar.
Akbar adalah siswa SMP dari Lombok Timur yang awalnya bermain untuk Anzala FC dalam Piala Soeratin U-15 tingkat NTB. Bersama timnya, ia hanya finis di peringkat ketiga. Tapi justru dari pertandingan semifinal, saat timnya kalah melawan Mandalika FC, bakatnya menarik perhatian. Mandalika, tim lawan, justru menawarinya untuk bergabung ke putaran nasional. Kesempatan itu langsung ia ambil. Menurut saya, kisah seperti ini harus lebih sering diangkat. Dalam sistem pembinaan usia muda, sudah saatnya kita berhenti melihat hanya pada tim juara. Anak-anak yang bermain dengan semangat dan kerja keras, meskipun timnya kalah, tetap punya potensi besar. Yang dibutuhkan hanya satu hal: kesempatan. Akbar sendiri tidak pernah menyangka akan tampil di level nasional. Tapi begitu tawaran datang, ia langsung bersedia. Bukan hanya karena cintanya pada sepak bola, tapi karena tekadnya untuk membuat keluarganya bangga. Ada satu kalimatnya yang saya ingat betul: “Saya ingin keluarga saya bangga terhadap saya.” Ia juga tidak sendirian. Pamannya yang sudah seperti ayah sendiri, menjadi orang yang paling mendukungnya. Dari biaya latihan sampai keberangkatan ke nasional, semuanya ditanggung sendiri oleh sang paman. Ini bukan hanya soal sepak bola, ini soal pengorbanan dan harapan. Buat saya, ini pengingat bahwa dunia olahraga bukan cuma tentang hasil akhir. Ada banyak cerita kecil di baliknya yang justru punya makna besar. Dan untuk para pelatih, ofisial, atau siapa pun yang berkecimpung di pembinaan usia muda, kisah Akbar adalah contoh mengapa kita perlu lebih peka melihat potensi, bukan hanya prestasi. Karena sejatinya, pemain hebat bisa datang dari mana saja. Bahkan dari tim yang kalah di semifinal.
Produk UAS 3 (opinin penulis)