
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok telah beroperasi sejak tahun 1993. Pada awalnya, pengelolaan TPA ini berada di bawah tanggung jawab Pemerintah Kota Mataram hingga tahun 2018, sebelum kemudian diambil alih oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Mulyadi Gunawan, Kepala Seksi Pengolahan dan Pemrosesan Akhir TPA Kebon Kongok menjelaskan TPA ini berstatus sebagai regional, Kebon Kongok menampung sampah dari dua wilayah, yakni Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat, dengan total volume sampah mencapai 324 ton per hari. Rata-rata, sekitar 200 ton berasal dari Kota Mataram dan 124 ton dari Lombok Barat

“sampah yang masuk ke sini per harinya itu rata-ratanya 324 ton” jelasnya. “itu kalo kita ambil rata-ratanya kota mataram kurang lebih sekitar 200 an, 200 ton. Sisanya berarti 124 ton dari Lombok barat.” Sambungnya.
Seiring dengan meningkatnya jumlah sampah, TPA ini terus mengembangkan sistem pengelolaannya. Pada September 2022, sistem sanitary landfill mulai diterapkan, dan pada awal 2025 akan beralih ke sistem control landfill yang lebih modern dan ramah lingkungan.

Di dalam kawasan TPA juga terdapat Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu–Advanced Processing Material Solid Recovered Fuel (TPST–APMSRF), yang mampu mengolah 30 hingga 40 ton sampah setiap harinya. Hasil dari pengolahan ini meliputi kompos, produk daur ulang seperti botol plastik, kertas, kardus, dan kantong plastik, serta SRF (Solid Recovered Fuel) berupa cacahan ranting yang dikirim ke PLTU Jeranjang untuk bahan bakar campuran batu bara. Produk daur ulang yang masih memiliki nilai ekonomis tinggi dijual kembali, bahkan sebagian dikirim langsung ke pabrik daur ulang di Pasuruan.
“di sini ada tiga produk yang dihasilkan, yang pertama itu kompos untuk organiknya, ada yang Namanya PDU (produk daur ulang) yang tadi disebutkan. Nah itu kita ambil yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti botol, kertas, kardus, kresek itu kita kumpulkan. Yang masih mempunyai nilai ekonomi kita kumpulkan lalu kita jual di pengepul local di sini seperti botol-botolan itu banyak ngambil di sini, ada yang langsung kita kirim langsung ke pabriknya di pasuruan. Kresek-kresek itu kita kirim ke sana. Yang ketiga ini adalah srf. Srf ini adalah cacahan batang ranting yang nanti itu dicampur dengan batu bara kita kirim ke jeranjang” jelasnya.





“kita rilis ke sebagian kita pake siram, sebagian kita rilis ee ada sungai” jelas mulyadi.
TPA Kebon Kongok juga dilengkapi sistem pengelolaan air lindi secara biologis dan kimiawi. Air lindi diproses melalui bakteri aerasi, kemudian dipindahkan menggunakan pompa dan selang ke kolam pengolahan kimia dengan campuran PAC dan polimer untuk menjernihkannya. Air yang telah jernih sebagian digunakan untuk menyiram tanaman, sementara sisanya dialirkan ke sungai. Fasilitas ini memiliki tujuh kolam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan kapasitas masing-masing 100 meter kubik.



Mulyadi menjelaskan dari sisi sosial, mayoritas tenaga kerja di TPA berasal dari masyarakat sekitar. Tercatat ada 188 pekerja harian dan 167 pekerja bulanan, yang seluruhnya merupakan warga lokal. Pemerintah juga memberikan dana Kompensasi Dampak Negatif (KDN) setiap tahun kepada delapan desa di sekitar TPA, yaitu Sukamakmur, Lelede, Banyumulek, Perampuan, Karang Bongkot, Kuranji, Taman Ayu, dan Gapuk. Dana ini digunakan untuk kegiatan pelestarian lingkungan, seperti penanaman pohon dan program ekologis lainnya.

Namun demikian, TPA ini menghadapi berbagai keterbatasan, terutama soal lahan dan teknologi. Dari total luas 15 hektar, hanya 5 hektar yang telah dibangun sebagai landfill, dan 2 hektar sisanya baru dalam tahap awal pembangunan. Karena masyarakat menolak pembangunan TPA baru di dekat pemukiman mereka, perluasan lahan menjadi tantangan tersendiri. Sebagai solusi, pihak TPA melakukan optimalisasi lahan yang ada, termasuk memperluas area pembuangan dengan membuka lahan tambahan seluas dua are.
“Sedangkan saat ini kita itu keterbatasan lahan, teknologi kita terbatas saat ini” jelas mulyadi.
Selain keterbatasan lahan, TPA juga membutuhkan incinerator untuk pengelolaan sampah yang lebih efisien, namun hingga kini masih terkendala biaya.
Peralatan berat yang digunakan, seperti satu unit bulldozer dan satu excavator, merupakan alat sewaan. Untuk mendukung kegiatan daur ulang, TPA memiliki empat unit forklift dan sebelas unit truk pengangkut, yang terdiri dari lima truk tipe unroll dan enam truk tipe dump.
Fasilitas pengolahan organik di TPA juga dilengkapi dengan mesin Q-Break yang mampu mencacah 1 hingga 2 ton sampah organik per hari, yang kemudian diolah menjadi kompos. Kompos ini dijual kepada masyarakat dengan harga Rp1.000 per kilogram. Selain itu, TPA juga memiliki mesin crusher untuk menghancurkan batang pohon yang kemudian digunakan sebagai bahan co-firing di PLTU Jeranjang, yaitu bahan campir.


Sampai Saat ini, terdapat tiga titik landfill aktif di TPA Kebon Kongok. Titik pertama telah digunakan sejak tahun 1993 hingga 2023 dan kini telah direhabilitasi menjadi bukit dengan taman di puncaknya. Titik kedua dibuka pada September 2023 dan ditutup pada Mei 2025. Sedangkan landfill ketiga adalah landfill darurat yang mulai dibuka pada 14 Juni 2025 sebagai respons terhadap keterbatasan kapasitas dan kebutuhan pembuangan sementara.