jakarta, 17 juni 2025- Menteri Kebudayaan Fadli Zon tetap pada pendiriannya menolak meminta maaf atas pernyataannya yang meragukan adanya pemerkosaan massal saat kerusuhan Mei 1998. Sikap ini memicu gelombang kecaman dari berbagai elemen masyarakat sipil yang menuntut pertanggungjawaban atas pernyataannya yang dinilai mengusik memori kelam bangsa.

Desakan agar Fadli Zon menyampaikan permohonan maaf sebelumnya telah mengemuka, seperti dilansir Metro TV. Pernyataan kontroversial tersebut dianggap melukai perasaan korban dan keluarga yang selama ini menanti pengakuan serta keadilan atas kekerasan seksual yang terjadi pada tragedi 27 tahun silam.

Dalam tanggapannya yang dikutip Kompas TV pada Selasa (17/06), Fadli Zon menyatakan, “Silakan saja berbeda pendapat.” Respons ini mempertegas sikapnya yang tidak akan menarik kembali pernyataan tersebut, meski tekanan publik terus meningkat.

Tragedi Mei 1998, dengan segala kompleksitasnya, mencatat berbagai laporan tentang kekerasan seksual massal yang dialami perempuan dari etnis tertentu. Dokumentasi dari Komnas HAM dan sejumlah organisasi non-pemerintah telah berulang kali menegaskan fakta tragis ini. Oleh karena itu, pernyataan pejabat publik yang meragukan insiden tersebut dipandang sebagai bentuk negasi sejarah yang menyakitkan.

Koalisi Masyarakat Sipil dan para pegiat HAM mengindikasikan akan terus menyuarakan tuntutan mereka. Kontroversi ini juga berpotensi memantik kembali diskusi mendalam mengenai penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu dan pentingnya pengakuan negara terhadap korban