Sumber Gambar: https://jabar.tribunnews.com/2025/04/16/sosok-pria-bermukena-masjid-mataram-ternyata-kisahnya-pilu-terkuakpenyebab-pelaku-bersikap-aneh/Tribun News Jawa Barat

Mataram, 16 Juni 2024 – Sebuah kejadian mengejutkan berlangsung di Masjid Islamic Center Mataram pada Senin siang, ketika seorang pria berusia 20 tahun dengan berani memasuki barisan shaf perempuan saat salat ba’da Dzuhur. Perilaku yang dianggap melanggar aturan ini segera menarik masyarakat dan media.

Berita tentang peristiwa ini cepat menyebar, dan banyak media melaporkan tindakan pria tersebut sebagai pelanggaran norma dan etika. Namun, di balik kontroversi ini, muncul pertanyaan mengenai latar belakang pria tersebut.

Wakil Dekan III Fakultas Pertanian Universitas Mataram, yang dikutip dari Tribun Lombok, memberikan pandangan berbeda terkait pelaku. Ia menyatakan bahwa pria tersebut merupakan korban bullying yang telah dialaminya selama bertahun-tahun. “Menurut informasi yang kami terima, pria ini mengalami tekanan psikologis akibat bullying berkepanjangan, yang mungkin menjadi alasan di balik tindakannya. Kita tidak boleh langsung menghakimi tanpa memahami latar belakangnya,” ujarnya.

Respons dari masyarakat di dunia maya pun beragam. Ada yang mengecam tindakan pria itu, sementara sebagian lain menunjukkan rasa empati, beranggapan bahwa tindakan tersebut mungkin merupakan akibat dari tekanan bullying yang dialaminya.

Kejadian ini tidak hanya menjadi perhatian karena dianggap tidak pantas, tetapi juga membuka diskusi mengenai bullying. Berdasarkan penelitian, bullying dapat menimbulkan dampak psikologis serius, termasuk gangguan mental. Korban bullying sering merasa terisolasi dan kurang mendapat dukungan, yang bisa memicu perilaku ekstrem.

Hal ini sesuai dengan tanggapan dosen Fakultas Pertanian, Heri terkait bagaimana pelaku dikenal oleh orang – orang sekitarnya. Dikutip dari Tribun Jatim, Heri mengatakan, pelaku merupakan anak yang pendiam di Kampus. Ia juga mengungkapkan bahwa satpam di musala fakultas pertanian mengklaim bahwa dia pelaku memang sering menyenderi di musala. Pernyataan ini memperkuat dugaan bahwa pelaku memang korban dari Tindakan bullying.

Menurut Sullivan dalam bukunya The Anti-Bullying Handbook tahun 2000, bullying merupakan tindakan agresif yang dilakukan secara sadar dan sengaja, baik oleh satu individu maupun sekelompok orang terhadap orang lain atau kelompok lain. Perilaku bullying ini bisa berlangsung dalam jangka waktu singkat maupun bertahun-tahun, dan pada dasarnya merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh pelakunya. Tindakan ini terkadang direncanakan dengan matang, namun bisa juga terjadi secara oportunistik. Bullying bisa difokuskan pada satu korban tertentu atau terjadi secara berulang dan acak (Sullivan, 2005, hal. 57).

Dampak bullying menurut Priatna dalam (Shidiqi & Suprapti, 2013) meliputi berbagai masalah psikologis dan sosial, seperti kecemasan, depresi, penarikan diri dari lingkungan sosial, perasaan kesepian, bahkan risiko bunuh diri. Bullying bukan hanya berdampak pada kecemasan dan depresi, tetapi juga dapat memicu gangguan mental yang lebih berat, termasuk munculnya halusinasi seperti mendengar bisikan untuk melakukan sesuatu yang ekstrem. Hal ini terjadi karena tekanan psikologis yang berat dan berkepanjangan akibat bullying dapat mengganggu keseimbangan kimia di otak dan memicu gejala psikotik, seperti halusinasi suara atau paranoid.

Studi di Jepang menemukan bahwa remaja korban bullying memiliki risiko lebih tinggi mengalami gejala psikosis, termasuk halusinasi suara, paranoia, dan perubahan perilaku ekstrem. Hal ini berkaitan dengan perubahan kadar neurotransmitter di otak akibat stres berat. Selain itu, penelitian di Indonesia juga menunjukkan bahwa tekanan dan stres berkepanjangan akibat bullying dapat memunculkan halusinasi dan berujung pada gangguan psikotik pada remaja. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili, dikutip dari Kompas.com, ia mengatakan bahwa pelaku mengaku mendengar bisikan gaib agar shalat di tempat shalat Wanita di Masjid Hubbul Wathan Islamic Center.

Dugaan bahwa pelaku merupakan korban bullying semakin diperkuat dengan gelagat dan ekspresi pelaku saat dipergoki oleh petugas keamanan. Pelaku terlihat linglung, seperti telah dihipnotis bahkan tidak ada perlawanan sama sekali dari pelaku saat satpam mngamankannya. Menurut para ahli, ekspresi wajah korban bullying biasanya mencerminkan perasaan negatif yang mendalam seperti kesedihan, ketakutan, dan tekanan psikologis. Korban sering menunjukkan wajah murung, cemberut, atau tampak tertekan dan sedih akibat perlakuan yang mereka alami. Mereka juga cenderung menghindari kontak mata, menundukkan kepala, atau menunjukkan ekspresi takut dan gelisah, yang menandakan rasa malu dan ketidaknyamanan.

Kejadian pria berusia 20 tahun yang nekat memasuki shaf perempuan di Masjid Hubbul Wathan Islamic Center Mataram bukan sekadar pelanggaran norma, melainkan juga cerminan dampak serius bullying yang dialaminya. Kasus ini membuka mata kita bahwa bullying bukan hal sepele; tekanan psikologis yang berkepanjangan dapat memicu gangguan mental berat hingga perilaku ekstrem. Oleh karena itu, penting bagi kita semua—keluarga, sekolah, dan masyarakat—untuk lebih peka dan aktif dalam mencegah serta menangani bullying sejak dini. Mari bersama-sama menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung agar tidak ada lagi korban yang harus mengalami penderitaan seperti ini. Jangan diam saja, segera laporkan dan berikan dukungan kepada mereka yang menjadi korban bullying demi kesehatan mental dan masa depan yang lebih baik.