Mataram– Sampah menjadi salah satu permasalahan yang tak kunjung usai dan dihadapi hampir seluruh daerah di Indonesia, termasuk di Provinsi NTB. Jumlah sampah yang terus meningkat menjadi tantangan bagi pemerintah daerah Nusa Tenggara Barat.

Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB, Kota Mataram menghasilkan sampah sebanyak 314 ton perharinya. Kemudian yang diangkut ke Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) sebanyak 273, 38 ton perharinya atau 83,36%.


Data Rantai Layanan Persampahan Kota Mataram oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB, Jum’at, 13 Desember 2019.

Staf Bidang Pengelolaan Sampah dan Pencemaran Lingkungan, Gunawan, mengatakan banyak kendala dalam menangani pengelolaan sampah. Seperti kondisi space yang minim digunakan sebagai Tempat Pengelolaan Akhir (TPA), karena tidak semua penduduk ingin meimiliki rumah yang berdampingan dengan TPA. Selain itu, pertambahan arus penduduk menyebabkan lebih banyak tanah yang digunakan untuk infrastruktur, sehingga volume sampah yang kian meningkat sulit tertangani.

“Ya kendala seperti volume sampah meningkat, pertambahan penduduk, kurang space yang bisa digunakan sebagai TPA,” ujarnya saat ditemui di Kanto Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB, Jum’at (13/12/2019).

Ia menambahkan terdapat kendala juga dalam proses pengurangan sampah, misalnya kurangnya kendaraan roda tiga pengangkut sampah dan dana pengelolaan yang minim. Tak hanya itu, beberapa masyarakat juga enggan membayar iuran pengelolaan sampah.

“Misalnya di desa saya, saya membayar 20rb pergerobak, tetangga sebelah ini tidak pernah bayar. Harsunya tersistem semua orang mengumpulkan sampah dan terangkut. Sampah merupakan permasalahan yang penting,” sambungnya.

Gunawan menekankan alasan klasik lainnya adalah kesadaran masyarakat yang kurang. Sebagian besar mereka masih suka membuang sampah di sungai, parit, selokan, pinggir jalan, sehingga banyak terjadi penumpukan sampah.

Kebiasaan masyarakat yang masih kurang peduli akan sampah juga masih meradang. Gunawan mengatakan setiap masyarakat itu menghasilkan sampah, maka seharusnya perlu mengubah pola pikir dan tidak menyepelekan sampah.

“Selain pemerintah harus ada masyarakat juga, mereka harus berkontribusi karena setiap orang itu menghasilkan sampah, maka seharusnya kalau tidak bisa bayar sampahnya tersebut harusnya dikelola sendiri, Di satu sisi masyarakat ekonomi kurang dan tidak bisa bayar lebih, minimal kita kelola sendiri lah sampahnya dengan cara mengurangi produk sampah,” jelas Gunawan.

Saat ini Lombok Timur menjadi penghasil sampah terbesar dengan produksi sampah 801 ton perhari dan 15 ton yang masuk ke TPA, 78 ton atau 98% yang tak terkelola. TPA di Lombok Timur berada di Ijobalit, Kecamatan Labuhan Haji. Kemudian Lombok tengah diurutan kedua dengan produksi sampah 645 ton perhari dan 12% masuk ke TPA dan 97% tak terkelola.

“Saat ini Lombok Timur adalah produksi sampah terbesar,” ungkap Gunawan (13/12/2019).

Pemilahan Sampah

Kesadaran masyarakat dalam memilah sampah sebelum dibuang dinilai masih minim. Sejatinya, jika sampah dipilah sesuai dengan sifatnya organic, non-organik dan B3 maka akan memudahkan proses pengelolaan sampah di Tempat Pengelolaan Akhr (TPA).

Staf Bidang Pengelolaan Sampah dan Pencemaran Lingkungan, Gunawan, menjelaskan pentingnya menanamkan kebiasaan masyarakat untuk memilahan sampah termasuk sampah rumah tangga sebelum menyortir untuk dibawa ke TPA, agar yang organic bisa diolah menjadi kompos.

“Jadi sebelum sampah diangkut ke TPA, proses awal dari rumah ya pemilahan sampah. Sekarang Pemerintah Provinsi NTB akan memaksimalkan proses pemilahan sampah terlebih dahulu. Sehingga ketika sampah sampai ke TPA Kebon Kongok, sudah terlihat tuh mana organic dan non-organik yang kemudian akan diolah,” jelasnya.

Persoalan sampah yang menjadi tanggung jawab bersama harus dituntaskan secepatnya. Berbagai hal baru dikeluarkan guna meminimalisir dan membantu pengelolaan sampah yang volumenya kian melunjak.

Kepala Seksi Pengelolaan dan Kepengurusan Sampah, Ida Bagus Gede Sutawa Wijaya menjelaskan banyaknya sampah yang masuk ke TPA tersebut masih bisa digunakan kembali, karena tercampur tidak bisa dipilah di TPA. Sehingga sebagian besar ditimbun atau dipadatkan kemudian daur ulang dalam bentuk kompos dan biogas.

“Daur ulang kami melakukan pengomposan, plastik-plastik kami serahkan ke Bank Sampah atau diberikan ke pemulung dan area timbunan ini menghasilkan gas, jadi biogas ini dimanfaatkan menjadi energi.” Jelasnya saat diwawancara di TPA Kebon Kongok (13/12/2019).

Pemerintah Provinsi Nusa tenggara Barat telah membuat program Zero Waste dengan megandeng masyarakat dan beberapa komunitas seperti Bank Sampah untuk mengkampanyekan gerakan bebas sampah. Gunawan mengatakan, edaran tersebut sudah ditekankan diseluruh NTB, termasuk di kantor-kantor.

Gunawan menambahkan proses pelaksanaannya pun sudah berjalan seperti kegiatan rapat dinas di tak lagi menyediakan air mineral botol maupun gelas plastik, tetapi isi ulang. Semua kantor dinas harus menyediakan air isi ulang dan semua pegawai harus membawa botol air minum sendiri dari rumah menuju kantor atau setiap kegiatan.

Kebakaran TPA Kebon Kongok

Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) Kebon Kongok yang menjadi tempat pembuangan sampah Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat terbakar pada Minggu 13 Oktober 2019. Seperempat lahan dari 8,41 hektar TPA Kebon Kongok ludes terbakar.

Kepala Seksi Pengelolaan dan Kepengurusan Sampah TPA, Ida Bagus Gede Sutawa Wijaya mengatakan skala 98% api membakar seluruh are di tumpukan tanah tersebut. Sehingga ada 5 desa yang terkepul atau terpapar langsung dengan asap pada hari pertama saat kejadian berlangsung, yaitu Desa Suka Makmur, Desa Kuranji, Desa Karang Bongkot, Desa Taman Ayu, dan Desa Perampuan.

Ia menambahkan munculnya api pemicu kebakaran TPA sulit ditebak.

“Jadi sumber api tidak tahu dan sulit diterka. Kondisi suhu mencapai 35 derajat, ditambah sampah-sampah lama yang sifatnya kering dan sampah di TPA betul-betul bahan kabar sehingga ada percikan api langsung menyebar,” ungkapnya saat ditemui di lokasi.

Sehingga kurang 12 jam area sudah terbakar habis, ditambah kencangnya angin kala itu membuat api kian cepat merambat.

“Tiga mobil pemadam kebakaran dikerahkan ke lokasi kejadian, kemudian pasokan tangki sebanyak 8 buah.” tambahnya.


Kondisi TPA Kebon Kongok pasca kebakaran, Jum’at 13 Desember 2019. Foto oleh: Efrido Yuniar.

Pemadaman api dilakukan membutuhkan waktu yang lama, mobil damkar berkali-kali melakukan isi ulang dan penyemprotan air. Namun api tak kunjung padam. Ia mengatakan kondisi timbunan sampah di dalam tanah tersebut memang ada bara api, walaupun sudah disiram air, dua jam kemudian muncul lagi. Sehingga selama dua minggu pihak TPA mencoba menimbun sampah dengan tanah. Sebanyak 15 truck diarahkan untuk menguruk tanah agar api cepat padam.

Tidak ada korban jiwa dari kebakaran ini, hanya dampak di masyarakat lebih ke gangguan pernapasan

“Diperkirakan pada gangguan pernapasan, sehingga waktu kejadian Dinas Kesehatan NTB turun ke masyarakat dan membagikan masker,” jelasnya (13/12/2019).

Sumber Data Statistik Rantai Layanan Persampahan: Informasi Data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat, oleh Gunawan sebagai Staf Bidang Pengelolaan Sampah dan Pencemaran Lingkungan.

Foto: Kondisi Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) Kebon Kongok pasca terjadinya kebakaran 13 Oktober 2019.