Mataram – Sejak dimulainya pandemi virus COVID-19 pada kasus pertama yaitu tanggal 17 November 2020 dandi Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020, Pemerintah Indonesia mulai memberlakukan aturan dengan nama Pembatasan Sosial Berskala Besar, kemudian dilanjuti dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat. Pemerintah Indonesia juga harus mulai mencari cara bagaimana para murid agar tetap bisa melaksanakan kegiatan belajar-mengajar.
Pada 16 Maret 2020, pembelajaran secara daring atau online secara resmi dimulai. Pembelajaran metode ini secara langsung mewajibkan pihak guru dan pihak murid harus menguasai teknologi dasar. Teknologi mendasar yang dimaksud adalah bagaimana murid dan guru harus menguasai bagaimana cara menggunakan aplikasi Zoom, Google Meet, Google Classroom dan aplikasi lainnya yang paling sering digunakan sebagai media pembelajaran daring.
Pembelajaran secara daring adalah satu-satunya cara paling efektif dilakukan disaat pandemi COVID-19 ini sedang berlangsung. Tetapi banyak juga yang tidak setuju terhadap sistem pembalajaran ini dikarenakan merasa sistem ini tidak efektif, seperti materi-materi yang disampaikan tidak bisa tersampaikan dengan sepenuhnya. Orangtua para murid juga mengeluhkan bagaimana sistem pembelajaran daring ini sangat merepotkan, terutama orangtua murid Sekolah Dasar. Mereka juga menuturkan secara psikologi bahwa para murid memerlukan pembelajaran secara langsung.
Apakah mahasiswa setuju atas kebijakan pembelajaran secara daring ini? Menurut Muhammad Fadhil (22), salah seorang mahasiswa Universitas Mataram mengatakan bahwa perkuliahan secara daring kurang efektif. “ Praktikum harus dilakukan secara offline, dan selama daring ini semua praktikum menjadi terhambat. Banyak kendala juga saat pembelajaran dimulai seperti aplikasi yang keluar sendiri dan juga jaringan yang kurang memadai. Dan yang paling kerasa sih yaitu materi-materi yang disampaikan kurang maksimal.” Ujarnya. (22/9/2021).